Sabtu, 11 Agustus 2012

mesin CLONING



Hari itu 5 Juli 1996. Sebagaimana domba yang lazimnya melahirkan di pagi hari, tak ada keistimewaan yang tampak terjadi. Proses kelahirannya berlangsung normal. Hanya terlihat para penunggu mengikuti dengan seksama dan sedikit tegang. Seekor domba betina yang lucu lahir. Ia diberi nama Dolly, serupa dengan penggalan nama penyanyi country Inggris, Dolly Parton. Namun, perhatian istimewa segera hadir sesaat pengumuman secara resmi yang dilakukan tujuh bulan kemudian  di Institut Roslin, Skotlandia, 24 Pebruari 1997. Dua hari kemudian diulas di majalah ilmu pengetahuan bergensi,  Nature, 26 Pebruari 1997. Keistimewaannya muncul dari kenyataan bahwa Dolly hadir dari proses yang melibatkan banyak campur tangan manusia. Ia lahir dari teknologi kloning.
     Keberhasilan kloning dari sel domba dewasa itu menjadi contoh  paling dramatis penemuan ilmu pengetahuan yang segera menjadi isu publik. Berbagai reaksi yang pro dan kontra segera berdatangan dari berbagai penjuru dunia. Selama beberapa waktu berbagai komentator, para ilmuwan dan agamawan, dokter dan ahli hukum, penyiar radio dan penulis editorial, sibuk menanggapi berita tersebut. Beberapa di antaranya berupaya meredakan ketakutan-ketakutan yang muncul, sementara yang lain segera memunculkan alarm peringatan tentang prospek pengklonan manusia dan kemungkinan penyalah-gunaannya.
     Terobosan keilmuan ini segera mengundang reaksi dari setiap masyarakat agamawan di seluruh dunia. Suster Jeanne Goyette dari Pusat Katolik pada kampus College Avenue, percaya bahwa berita ini merupakan suatu langkah awal dalam pemajuan sumber daya manusia, jika pengetahuan tersebut digunakan dengan cara yang benar.

Hingga sekarang, ada sedikit pembicaraan-pembicaraan etika, sosial, ataupun hukum tentang kloning manusia melalui tranplatasi nuklir, karena konsesus ilmiah,adalah suatu prosedur yang tidak mungkin secara biologis. Dengan kemunculan dolly, situasinya menjadi berubah. Namun meskipun kini tampak lebih mungkin meragukan bahwa praktek tersebut akan hadir dalam penggunaannya yang luas. Saya beranggapan bahwa itu tidak akan, namun alasan-alasan saya tidak akan menawarkan banyak kesenangan bagi pengkritik kloning. Sementara teknologi transplatasi nuklir berlanjut, teknologi-teknologi lain-terutama teknologi rekayasa genetika-juga akan mengalami kemajuan rekayasa genetika manusia akan dapat diterapkan terhadap suatu variasi yang luas dari sifat-sifat fisik; itu akan lebih berdaya guna dari pada kloning, dan dengan demikian lebih atraktif bagi banyak orang. Dia juga akan, sebagaimana saya telah anjurkan, menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang lebih mengganggu dari pada prospek kloning yang telah dimiliki sedemikian jauh.
     Tentunya segala keraguan dan kekhawatiran akan dampak negatif perkembangan bioteknologi akan berkurang bila ilmuwan ataupun calon ilmuwan yang menggeluti bidang dan teknik ini tetap memiliki disiplin dan kesadaran yang tinggi untuk dapat mengaplikasikan biotek "hanya" pada bidang yang bermanfaat, bukan sebaliknya menjadi alat penghancur tatanan kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya. Masalahnya, dibandingkan ilmu pengetahuan yang lain, biotek memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi karena setiap aktivitas bioteknologi hampir selalu melibatkan kehidupan individu baik tumbuhan, hewan maupun manusia, sehingga penyalahgunaan aplikasinya akan berakibat fatal. Dengan melihat dan mengetahui perkembangan serta manfaat aplikasinya sampai saat sekarang ini, diharapkan dapat menambah informasi positif tentang manfaat bioteknologi dalam kehidupan manusia